Saturday, August 13, 2011

What the Hell is an Otaku?

Ceritanya beberapa hari yang lalu saya baru selesai nonton dorama Densha Otoko plus special-nya yang Guitar Otoko juga. Pas pertama kali dengar kalau ini tentang romance saya ngga mau nonton, tapi begitu tahu kalau karakter utamanya adalah seorang otaku saya jadi tertarik. Saya pikirnya, mungkin saya bisa nge-relate ke karakter utamanya karena saya sendiri suka dengan apa yang si tokoh utamanya suka.

Tokoh utama, Yamada Tsuyoshi dan Aoyama Saori.

Inti ceritanya sih, seorang otaku bernama Yamada Tsuyoshi menyelamatkan seorang gadis bernama Aoyama Saori di kereta dari seorang lelaki mabok. Setelah itu mereka saling kontak-kontakan, sering bertemu, dan akhirnya jadian. Perjuangan Yamada untuk mendapatkan Saori juga ngga mudah mengingat dia adalah seorang otaku yang dipandang rendah oleh masyarakat. Dia dibantu oleh teman-teman forumnya yang hobi nongkrong di single man's thread yang punya sifat dan hobi yang beragam pula. Ada yang hikkikomori, programmer genius, maniak kereta dan tentara, businessman, bahkan ada juga cewe yang iseng masuk itu thread. Disitu karena dia pertama ketemu sama Saori di kereta, aliasnya berubah jadi Densha Otoko (Train-man).

Setelah nonton ini pun saya instropkesi diri. Melihat kelakuan Yamada dan kawan-kawan sesama otaku yang hampir tiap hari ke Akihabara, memperhatikan tiap-tiap orang di forum yang membantu Yamada, dan juga orang-orang 'normal' yang ada di drama ini.


Apakah saya seorang otaku?


Kalau melihat definisi otaku sendiri mungkin saya berada di tengah-tengah. Dibilang otaku banget nggak, dibilang bukan otaku juga nggak. Otaku sendiri kan artinya orang yang benar-benar serius dalam hobinya dan hobi itu nggak cuman terbatas sama menyukai anime dan manga. Masak, sejarah, komputer, kalau mereka benar-benar menekuni hobi itu mereka bisa aja disebut otaku. Tapi kalau yang saya lihat, yang disebut otaku itu biasanya--biasanya ya--ekstrim dalam hobi mereka itu. Sering kali sifat otaku itu mengganggu kehidupan sehari-hari mereka dan seperti yang saya bilang, otaku itu dipandang rendah sama orang-orang, apalagi di Jepang.

Maka imo, menjadi otaku itu tidak ada salahnya asal kalian tahu batas. Maksudnya, kalian masih bisa mejalani kehidupan sehari-hari tanpa si hobi itu mengganggu kalian. Mengganggu itu maksudnya apa? Seperti cari teman, family time, belajar, sekolah, daily life deh pokoknya. Saya sendiri berterima kasih telah terjerumus ke dunia ini karena secara tidak langsung bisa mem-boost motivasi belajar karena telah nonton/baca/main sesuatu (misal ada anime tentang alkimia uhukFMAuhuk, ujung-ujungnya kebaca aja itu berbagai macam artikel yang berhubungan sama pelajaran kimia).

Dan masih berhubungan--masalah weaboo. Menurut saya itu adalah salah satu tahap evolusi seorang fan. Pada awalnya pasti seseorang akan menjadi weaboo, setelah itu semakin mereka dewasa mereka punya sudut pandang berbeda tentang suatu fandom dan dari situlah mereka perlahan bisa berubah. Saya ngaku kalau dulu saya weaboo. Tapi mungkin--mungkin, saya sudah mulai berubah.

Kalian sendiri bagaimana? Apakah kalian seorang otaku? Apakah kalian masih di fase weaboo? Yang jelas, apa pun kalian itu (weaboo, otaku jenis apapun), jangan lupa kalau kalian masih punya hidup dan jangan sampai hobi kalian itu mengganggu kehidupan sehari-hari.

Wednesday, August 3, 2011

It Doesn't End Here

As I promised myself setelah nonton HP7part1, saya menonton yang part 2 ini dua kali. Yang pertama dengan 3D dan yang kedua yang biasa (2D). Jikalau ada dari kalian yang belum dan mau nonton, nontonlah yang 3D. Worth it, jauh lebih kerasa dan intense daripada yang 2D (ngga kayak waktu itu saya nonton The Last Airbender kayaknya gitu-gitu aja efeknya 8|).

Nangis?

Setengah roll abis waktu nonton pertama, untung yang nonton kedua masih mending. Adegan ditunjukkan tokoh-tokoh yang tewas di peperangan hebat ini, bagian Prince's tale, di forbidden forest, 19 years later.... /brb sobbing in the corner of the room/

Untuk skor sendiri...saya ga bisa menjabari 1-1 kayak yang biasa saya lakukan karena waktu nonton kedua kali aja saya masih speechless, tapi saya berani ngasih rating 10 buat overall-nya. Cast dan staff sama sekali ngga mengecewakan penontonnya--although ada beberapa detil yang kelewatan atau ngga di-include, tetep aja film ini hebat banget dan wajib nonton.


Hanya satu dari sekian banyak poster yang mendewa. Yang motret dan melakukan editingnya keren banget.

Tak disangka akhirnya series yang saya ikuti sejak 7 tahun yang lalu ini akhirnya tamat, baik untuk buku maupun filmnya. Harry Potter juga bukan sekedar fandom bagi saya, itu udah bagian dari masa kecil--heck, mungkin bisa dibilang bagian dari hidup. Alhasil pas selesai nonton kali pertama pun saya berasa kosong banget dan bisa dibilang sampai sekarang saya masih in denial kalau ngga ada film yang ditunggu-tunggu kayak dulu lagi.

Tiap tahun menanti buku yang keluar sampai akhirnya yang ketujuh diterbitkan (dan saya langsung beli di minggu pertama dengan duit sendiri pula. Buat saya itu udah pengorbanan yang cukup besar karena mengingat harganya di awal rilis dan fakta bahwa saya sama sekali ngga dapat uang jajan bulanan gitu). Setelah itu mulailah nunggu filmnya tiap tahun, ribut nyari temen nonton, ngantri beli tiket, fg-ing bisik-bisik pas nonton, huff.

...I'll definitely miss those activities

Tapi setelah nonton kedua kali saya sadar, it doesn't end here. Saya ingat apa yang dikatakan orang Mesir kuno mengenai hidup abadi (maaf nyambungnya malah ke sini, tapi dengerin dulu): selama ren (nama, identitas seseorang/sesuatu) masih dicoba diabadikan oleh masyarakat, maka makhluk itu pun akan terus hidup. Maksudnya, selama Harry Potter ini masih disebut, dibaca, ditonton, didiskusikan, atau bahkan dicaci-maki, dia akan terus hidup sampai suatu hari masyarakat lupa total tentang keberadaan bocah fenomenal yang konon lahir di sebuah kereta saat JK. Rowling sedang bepergian ini.

Saya pun juga begitu.

Dan ingat lagi apa yang dikatakan buanyak sekali tokoh di 7part2; Sebenarnya yang sudah tidak ada itu tidak meninggalkan kita, tetapi akan terus ada di hati kita. Begitupun saya dengan Harry Potter. Ya, saya cinta sama series ini dan saya berterima kasih sedalam-dalamnya kepada JK. Rowling karena telah mendapat ide dan menulis ketujuh bukunya. Mereka mengajarkan saya tentang banyak hal, membuat saya lebih terbuka di berbagai komunitas dan akhirnya membuat teman, dan saya mempunyai suatu hal yang bisa dinanti-nantikan setiap tahun karenanya.

Sekarang? Pastinya kehidupan saya setelah filmnya tamat akan berubah sekali, tetapi saya akan terus mengingatnya. Kalau suatu hari saya punya anak pun saya akan menyuruh mereka membaca buku ini. Harry Potter akan terus hidup di hati para fans-nya. Tiap buku, film, merchandise, fanart, atau apa pun yang berhubungan dengannya bisa diibaratkan sebagai sebuah horcrux--tentunya dengan begitu sulit untuk 'membunuh' Harry Potter kan?

Yah...Saya ga mau panjang lebar lagi, nanti kalian malah bosen membaca saya ngebacot tentang HarrPott. Akhir kata halah, LONG LIVE HARRY POTTER!