Saturday, March 8, 2014

Binnenalster, oh Binnenalster

Hey, hi, hello! Terus ya, dengan indahnya baru inget ini blog sudah gak tersentuh tiga bulan. Jadi tampaknya sekarang saatnya untuk mulai meng-update dikit-dikit tentang the missing three months ini, no?

Bukanlah suatu exaggeration kalau berkata bahwa "The first 3 months is hell." Ekspektasi tentang tiga bulan pertama ini memang sudah kayak mimpi buruk di bayangan saya, tapi sensasi menjalani secara benar-benar dan cuman membayangkan jelas-jelas beda, ya. Rasanya itu masa-masa yang paling bikin frustrasi (sekarang masih suka frustrasi sendiri tapi udah mendingan. Kayaknya.) entah karena faktor sekolah, bahasa, teman, anu, ono, ini; an emotional and physical roller coaster ride, lah.

Makanya waktu itu (sampai sekarang sih sebenarnya) saya sering keluar rumah untuk mencari personal solitude #elah. Ibarat handphone dan baterenya, kalau 'batere' saya mau habis, saya harus recharge dulu ke suatu tempat yang bikin saya tenang dan di mana saya bisa berdiam diri sendirian di sana. Kalau nggak, rasanya jadi susah berfungsi karena pikiran acak-adul—dan di metafora ini jadi kayak handphone nge-lag parah menjelang batere tinggal 5%, hahah. And what better place to do that than the Binnenalster lake?

Siang-menjelang-sore. Suramnya itu charm tersendiri, imo. Hahah.